Thursday, July 3, 2014

Cara Kerja Quick Count pada pemilu di Indonesia

Quick Count adalah metode verifikasi hasil pemilihan umum, yang datanya diperoleh dari sampel di lapangan. Berbeda dengan teknologi pooling, sampel tidak diperoleh dari para responden yang ditanyai satu per satu, melainkan diperoleh dari hasil rekap resmi di lapangan.

Lalu, apa saja teknologi yang digunakan untuk mensukseskan sebuah penghitungan Quick Count? Jawabnya tergantung masing-masing lembaga. Namun, teknologi Short Message Service (SMS) cukup populer digunakan oleh lembaga-lembaga penghitung Quick Count.

Sekedar tambahan, dahulu teknologi ini bukanlah bernama Quick Count, tetapi Paralel Vote Tabulation atau tabulasi suara pemilih secara paralel.

Nah, sekarang pertanyaannya bagaimana cara memanfaatkan teknologi Quick Count ini untuk diaplikasikan di lapangan? Berikut ini adalah kutipan cara kerja Quick Count yang umum dilakukan oleh para lembaga survei:

1. Mempersiapkan perangkat serta sistem pendukung untuk bisa memberikan data secara cepat ke pusat pengolah data lembaga survei yang melakukan metode Quick Count ini. Perangkat ini mulai dari komputer untuk meng-input-kan data hingga ponsel untuk mengirim SMS hasil pemilu ke server tempat menerima data.

2. Pemilihan TPS sebagai tempat pengambilan data. TPS yang di ambil secara acak berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk, jumlah pemilih terbaru, penyebarannya pemilih seperti tersebar dalam berapa kelurahan, dan sebagainya. Singkatnya, proporsional kalau pemilih banyak lokasi sampel (TPS) yang diambil pun banyak serta mewakili karakteristik populasi.

3. Mempersiapkan relawan untuk mengambil sampel dan meng-input-kannya ke sistem data. Jumlah relawan ini cukup banyak untuk mengambil data dari TPS yang telah dipilih.

4. Data yang telah didapat akan diolah di pusat data dengan menerapan ilmu stasistik, dari olahan data inilah lembaga survei bisa menghitung secara cepat siapa pemenang pemilu.

Jika kita lihat dari cara kerja Quick Count, kita dapat mengartikan bahwa hasil perhitungan Quick Count bukanlah hasil perhitungan dari seluruh TPS yang melakukan pemungutan suara, melainkan dengan menggunakan prinsip ilmu statistika.

Jadi, lembaga survei yang menyelenggarakan Quick Count ini hanya mengambil sampel dari sekian banyak TPS yang ada dan diambil dari TPS yang memiliki jumlah populasi yang banyak dan berbagi pertimbangan lainnya.

Walaupun hasil Quick Count ini tidak pernah tepat dan pasti, tetapi hasil dari Quick Count (yang diselenggarakan oleh lembaga survei yang capable dan jujur) tidak pernah meleset dari siapa yang memenangkan dari pemilihan umum tersebut.

Untuk proses menentukan TPS dapat melalui proses berikut ini.



a. Menentukan jumlah sampel suara (n)

n = banyaknya sampel suara
Z = distribusi normal, untuk tingkat kepercayaan 99% maka nilai Z adalah 2,58
P(1-p) = variasi populasi, untuk populasi heterogen nilai p adalah 0,5
E = tingkat error sampel
N = jumlah populasi


b. Menentukan jumlah TPS yang akan diambil sampel-nya (t)


c. Menentukan TPS yang akan dijadikan sampel
- Menentukan interval sampel. Dilakukan dengan membagi jumlah populasi TPS dengan jumlah TPS sampel (misal angka interval sampel yang didapat 20).
- Memilih sampel pertama sacara acak dari TPS 1 hingga 20 (interval yang didapat) misal dipilih angka 5.
- Memilih sampel kedua dan selanjutnya, bisa dilakukan dengan menambahkan 20 setelah sampel awal. Misal, sampel 1= TPS 5, sampel 2=TPS(20+5), sampel 3=TPS(25+20) seterusnya sampai didapat 20 sampel.

Nah jika semua TPS sampel telah diketahui, saatnya menyebar relawan untuk menghitung perolehan suara di TPS sampel dan kemudian mengirim kepada server olah data via SMS dari handphone yang telah teregistrasi oleh server.

Setelah para relawan mengirimkan SMS perolehan kepada server, sampel yang diperoleh akan diolah menggunakan aplikasi komputer sehingga akan menghasilkan output yang dapat berupa grafik ataupun text yang mana bisa langsung terhubung kepada saluran televisi.

Data yang telah didapat akan diolah di pusat data dengan menerapan ilmu stasistik, dari olahan data inilah lembaga survei bisa menghitung secara cepat siapa pemenang pemilu.

NB: pada tahapan ini, sampel yang dikirim relawan bisa langsung masuk kedalam suatu database yang telah dilengkapi aplikasi, sehingga hasil dapat dengan otomatis ditampilkan secara live.


http://teknologi.inilah.com/
http://www.lsi.or.id/

Tuesday, July 1, 2014

UPAYA PEMERINTAH UNTUK MENGATASI KEMISKINAN

Kemiskinan
merupakan masalah kompleks yang di hadapi oleh seluruh pemerintahan yang ada di dunia ini. Ia di pengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Faktor tersebut antara lain tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, akses barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menuju kehidupan yang lebih bermartabat.


Penyebab Kemiskinan (Potret Pembangunan di Indonesia)
Permasalahan masih besarnya penduduk miskin di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal yang antara lain.
Pertama, pemerataan pembangunan belum menyebar secara merata terutama di daerah perdesaan. Penduduk miskin di daerah perdesaan pada tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari penduduk miskin di daerah perkotaan. Kesempatan berusaha di daerah perdesaan dan perkotaan belum dapat mendorong penciptaan pendapatan bagi masyarakat terutama bagi rumah tangga miskin. Masih tingginya pengangguran terbuka di daerah perdesaan dibandingkan dengan di daerah perkotaan menyebabkan kurangnya sumber pendapatan bagi masyarakat miskin terutama di daerah perdesaan. Sementara itu masyarakat miskin yang banyak menggantungkan hidupnya pada usaha mikro masih mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses permodalan dan sangat rendah produktivitasnya.
Kedua, masyarakat miskin belum mampu menjangkau pelayanan dan fasilitas dasar seperti pendidikan, kesehatan, air minum dan sanitasi, serta transportasi. Gizi buruk masih terjadi di lapisan masyarakat miskin. Hal ini disebabkan terutama oleh cakupan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin yang belum memadai. Bantuan sosial kepada masyarakat miskin, pelayanan bantuan kepada masyarakat rentan (seperti penyandang cacat, lanjut usia, dan yatim-piatu), dan cakupan jaminan sosial bagi rumah tangga miskin masih jauh dari memadai. Prasarana dan sarana transportasi di daerah terisolir masih kurang mencukupi untuk mendukung penciptaan kegiatan ekonomi produktif bagi masyarakat miskin.
Ketiga, harga bahan pokok terutama beras cenderung berfluktuasi sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat miskin. Kondisi terakhir, di mana dunia sedang di landa dua krisis besar yakni krisis pangan dan krisis energi, juga turut mempengaruhi lonjakan jumlah rakyat miskin. Di pasar ASEAN harga beras dengan kualitas patahan sebesar 25 % pada tahun 2007 adalah sebesar 330 dollar AS per ton. Pada bulan maret kemarin sudah sampai level 500 dollar AS per ton. Harga beras Vietnam dengan kualitas patahan 5% pecan lalu setersebut besar 550 dollar AS per ton. Sedangkan patahan 10% mencapai 540 dollar AS per ton. Sementara di India harga beras dengan patahan 5% menembus level 650 dollar AS per ton. Di Argentian harga beras dengan patahn 10% sebesar 625 dollar AS per ton. Sedangkan di Uruguay mencapai 630 dollar AS per ton. Kualitas beras medium di pasar Asia rata-rata mengalami kenaikan sebesar 52%.

Program Penanggulangan Kemiskinan
1. Menaikan anggaran untuk program-program yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan berbasis komunitas dan kegiatan padat karya
2. Mendorong APBD provinsi, kabupaten dan kota pada tahun-tahun selanjutnya untuk meningkatkan anggaran bagi penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja
3. Tetap mempertahankan program lama seperti:
a) BOS (Bantuan Operasional Sekolah)
b) RASKIN (Beras Miskin)
c) BLT (Bantuan Langsung Tunai)
d) Asuransi Miskin, dsb
4. Akselerasi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga khususnya harga beras (antara lain: menjaga harga beras dipasaran tidak lebih dari Rp.5000,- per Kg)
5. Memberikan kewenangan yang lebih luas kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan
6. Sinergi masyarakat dengan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan
7. Mendayagunakan potensi dan sumberdaya lokal sesuai karakteristik wilayah
8. Menerapkan pendekatan budaya lokal dalam proses pembangunan
9. Prioritas kelompok masyarakat paling miskin dan rentan pada desa-desa dan kampung-kampung paling miskin
10. Open Menu: kelompok masyarakat dapat menentukan sendiri kegiatan pembangunan yang dipilih tetapi tidak tercantum dalam negative list
11. Kompetitif: desa-desa dalam Kecamatan haus berkompetisi untuk memperbaiki kualitas kegiatan dan cost effectiveness
12. PPK, P2KP, PPIP SPADA dan diperkuat program-program kementrian/lembaga
13. Program Keluarga Harapan (PKH), berupa bantuan khusus untuk pendidikan dan kesehatan
14. Program pemerintah lain yang bertujuan meningkatkan akses masyarakat miskin kepada sumber permodalan usaha mikro dan kecil, listrik pedesaan, sertifikasi tanah, kredit mikro, dll.
15. Program Pengembangan Bahan Bakar Nabati (EBN). Program ini dimaksudkan untuk mendorong kemandirian penyediaan energi terbaukan dengan menumbuhkan “Desa Mandiri Energi”.
16. Penegakan hukum dan HAM, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi.
17. Percepatan pembangunan infrastruktur
18. Pembangunan daerah perbatasan dan wilayah terisolir
19. Revitalisai pertanian, perikanan, kehutanan, dan perdesaan
20. Peningkatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban, serta penyelesaian konflik
21. Peningkatan aksesbilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan
22. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri)


Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia pada pemerintahan Presiden SBY
Sesungguhnya, berbagai program penanggulangan kemiskinan di Indonesia telah diluncurkan oleh Pemerintah RI baik semasa Orde Baru maupun Reformasi. Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia pada pemerintahan Presiden SBY tercantum dalam RPJM 2004-2009 dan 2009-2014 juga sejalan dengan Milennium Development Goals (MDGs) yang telah disepakati secara multilateral. Pada Tabel 1 terlihat berdasarkan UU 25 tahun 2004, RPJM berisi rencana strategis untuk mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan dengan pencapaian tingkat pengangguran 5- 6% dan tingkat kemiskinan 8-10% pada tahun 2014. MDGs dalam pertemuan puncak PBB mengeluarkan resolusi anti-kemiskinan dan perhatian terhadap perempuan dan anak menghadapi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit. Pemberantasan kemiskinan di Indonesia sejalan dengan MDGs adalah penurunan penduduk miskin dan penderita kelaparan sampai 50%. Sementara, keberadaan koperasi berdasarkan UU 25 tahun 1992 berfungsi membangun masyarakat agar mampu meningkatkan kesejahteraan. Artinya, keberadaan koperasi adalah untuk menanggulangi kemiskinan rakyat. Menurut David T. Ellwood1 (2010) bahwa terdapat empat syarat untuk menciptakan lapangan kerja dan menghapus kemiskinan, yakni ekonomi yang kuat, keunggulan komparatif jangka panjang, kelembagaan dan pemerintahan yang kuat, dan program bagi kaum miskin yang dirancang secara seksama.

Program penanggulangan kemiskinan pada era kedua pemerintahan Presiden SBY semakin dipercepat pencapaian targetnya untuk mengurangi jumlah orang miskin. Presiden SBY selalu menekankan pentingnya penanggulangan kemiskinan dalam era 2009-2011. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) ditetapkan sebagai penanggungjawab pelaksanaan program pemberantasan kemiskinan. Terdapat tiga jalur strategi pembangunan Presiden SBY, yakni pro-growth, pro-job, dan propoor. Strategi ini adalah untuk menurunkan tingkat penduduk di bawa garis kemiskinan, membuka kesempatan kerja, dan berusaha. Berbagai bentuk program yang dilaksanakan disesuaikan dengan klaster. Pada Klaster-1 melibatkan 7 kementerian dan lembaga dengan 8 program. Klaster-2 melibatkan 13 kementerian dan lembaga dengan 17 program. Klaster-3 melibatkan 16 kementerian dan lembaga dengan 25 program.
 Hampir semua kementerian melaksanakan program pemberantasan kemiskinan. Dalam rangka koordinasi, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra) sebagai koordinator implementasi semua program penanggulangan kemiskinan telah merumuskan rencana strateginya dengan sasaran utama adalah menurunkan jumlah penduduk miskin laki-laki dan perempuan2. Menurut Kemenko Kesra (2008), bahwa koordinasi dan harmonisasi penanggulangan kemiskinan yang melibatkan berbagai lembaga membagi target kebijakan berdasarkan klaster. Klaster-1 merupakan kelompok rumahtangga kategori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin yang merupakan kelompok masyarakat termiskin dari yang miskin, tertinggal, dan tidak memiliki modal apapun. Pada tahun 2008, target rumah tangga sasaran (RTS) mencapai 18,5 juta dan pada tahun 2014 tentunya RTS akan berkurang. Mereka termasuk dalam kategori kemiskinan struktural yang terparah yang sangat membutuhkan perlindungan sosial. Klaster-2, kelompok masyarakat miskin yang berpotensi mandiri bila diberikan bantuan. Sedangkan Klaster-3 adalah kelompok masyarakat miskin tapi sudah bisa mandiri dan mengembangkan diri dalam bisnis dan penciptaan lapangan kerja. Jenis bantuan sosial yang ditujukan pada Klaster-1 antara lain adalah jaminan kesehatan dan pemberian beras murah bersubsidi. Bantuan yang diberikan untuk Klaster-2 adalah dalam bentuk pemberdayaan masyarakat yang termasuk dalam skema PNPMM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri) atau Program Mandiri, seperti program pengembangan kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP pada tahun 2007, awal PNPMM. Sampai tahun 2011, berkembang menjadi beberapa program.
Program Mandiri memfasilitasi masyarakat agar terdorong bangkit bersama dalam hal merencanakan, melaksanakan hasil perencanaan, dan mengawasi hasil pelaksanaan dari rencana yang telah disusun oleh masyarakat. Proses dalam Program Mandiri merupakan proses pembelajaran masyarakat untuk hidup mandiri dalam hal nilai, kemitraan, demokratisasi, kesetaraan gender, dan ekonomi. Mulai tahun 2009, Program Mandiri mencakup seluruh kecamatan yang mendapatkan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) untuk orang miskin dan wilayah tertinggal dalam rangka, pertama, pengembangan masyarakat, kedua BLM sebagai stimulan atau pelengkap keswadayaan masyarakat, ketiga adalah peningkatan kapasitas pemerintahan dan pelaku lokal, dan keempat, pengelolaan dan pengembangan program. Salah satu sumber pembiayaan PNPM pada tahun 2011 adalah Asian Development Fund dengan nilai US $50.00 juta untuk proyek infrastruktur perdesaan mencakup 1724,0 desa di propinsi-propinsi Jambi, Lampung, Riau, dan Sumatera
Selatan.
Pada Klaster-3, target grupnya adalah masyarakat yang termasuk kategori mandiri dan mampu mengembangkan diri sendiri. Kegiatan yang masuk dalam program ini adalah pemberdayaan dan pengembangan usaha. Dalam strata kemisikinan, kelompok miskin ini termasuk kategori miskin pada lapisan atas. Dengan perlakuan sedikit saja kelompok ini sudah mampu masuk kelompok tak miskin. Pada umumnya, kelompok ini mencakup masyarakat yang tergabung dalam koperasi serta usaha skala mikro, kecil, dan menengah, termasuk koperasi (KUMKM). Mengacu pada Klaster-3 ini, sasaran masyarakat miskin kemungkinannya adalah kelompok miskin pada lapisan atas atau di atas garis kemiskinan. Oleh karena itu, manakala Kementerian KUKM meluncurkan program pemberantasan kemiskinan, sasarannya adalah kelompok UMKM, khususnya pengusaha skala mikro yang jumlah entitasnya terbanyak dan lemah dalam segala hal.
Tanggungjawab pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan ditunjukkan oleh penyediaan anggaran pembangunan. Menurut Kemenko Kesra (2011), nilai alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan selalu meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2002, nilai anggaran sebesar Rp.16,5 triliun dengan jumlah orang miskin 38,4 juta orang dan menjadi Rp.94.0 triliun dengan jumlah orang miskin menjadi 31,02 juta pada tahun 2010. Selama tahun 2002 sampai 2010 secara kumulatif, total anggaran penanggulangan kemiskinan telah mencapai Rp.389,70 triliun atau rata-rata Rp.43,30 triliun per tahun. Selama periode tersebut, rasio anggaran penanggulangan kemiskinan dan jumlah orang miskin adalah sebesar Rp.1.21 juta per orang. Bila dibandingkan dengan nilai pendapatan (salary) rata-rata buruh di sektor manufaktur selama 2005-2009, rasio anggaran dan salary tersebut adalah 4.693. Artinya, nilai alokasi tersebut sebesar 4.69 kali salary buruh di sektor manufaktur.
Kementerian KUKM termasuk lembaga pemerintah yang cakupan penanggulangan kemiskinan dalam Klaster-3. Posisi KUMKM di Indonesia sangat strategis dari jumlah pelaku dan penyerapan tenaga kerja. Menurut Kementerian KUKM (2010), pada tahun 2009, jumlah koperasi lebih dari 170 ribu unit dengan anggota lebih dari 29 juta orang atau rata-rata 245.12 per koperasi aktif. Penyerapan tenaga kerja koperasi sebesar 325.16 ribu orang atau rata-rata 2.73 orang per koperasi aktif. Sedangkan jumlah UMKM lebih dari 52 juta unit yang sebagian besarnya adalah skala usaha mikro sebanyak 98.9%, usaha kecil 1.01%, dan sisanya usaha skala menengah. Dengan penyerapan tenaga kerja UMKM mencapai 90 juta orang atau rata-rata 1.73 orang per unit usaha, UMKM adalah badan usaha utama pendukung lapangan kerja. Dengan demikian penanggulangan kemiskinan melalui jalur KUMKM sangat strategis. Itu sebabnya, pemerintah memberikan perhatian besar pada pengembangan KUMKM. Pada tahun 2005, Presiden RI telah mencanangkan Tahun Keuangan Mikro dengan meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat melalui sektor perbankan. Pada peringatan Hari Koperasi ke-63, 15 Juli 2010 di Surabaya, Presiden SBY telah memerintahkan agar pejabat pemerintah serius mengatasi masalah perkoperasian agar mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat (Sularso, 2010). Awal tahun 2011, dibangkitkan lagi oleh Presiden Gerakan Kewirausahaan Nasional. Bahkan pada setiap hari ulang tahun koperasi, selalu disertai dengan slogan bahwa “koperasi itu solusi penanggulangan kemiskinan”. Fungsi pemerintah dalam pembangunan koperasi semestinya bersama Dewan Koperasi yang terbentuk karena perintah UU tentang perkoperasian.
Kementerian KUKM sejak tahun 2003 telah mengembangkan program dalam rangka penanggulangan kemiskinan pada Klaster-3 ini. Bentuk kegiatan yang diluncurkan adalah Bantuan Langsung Sosial (BLS) untuk pembiayaan KUKM, Bantuan Pinjaman Dana Bergulir yang dilaksanakan oleh Badan Layanan Umum (BLU) dengan nama Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir (LPDB), dan Bantuan Teknis Peningkatan Kapasitas Pengelola KUMKM.Skim BLS sepenuhnya bersumber dari Anggaran Belanja Pemerintah (APB Negara dan Daerah) yang tidak dikembalikan oleh penerima bantuan. Sedangkan pembiayaan melalui LPDB bersumber dari APBN/D dan hasil pengembalian perguliran dana sebelumnya. Sasaran BLS adalah UMKM dan Koperasi yang secara nyata belum mampu berkompetisi, sementara sasaran LPDB adalah UMKM yang tergabung dalam koperasi yang sudah mampu mengembangkan usaha tapi kategori non-bankable. Alokasi anggaran BLS telah mencapai triliunan rupiah sementara dana LPDB mencapai miliaran rupiah meskipun dana pembiayaan yang tersedia mencapai setidaknya satu triliunan rupiah. Secara teknis, pada tahun 2011, akses pembiayaan BLS semakin dipermudah oleh pemerintah dengan alasan bahwa koperasi sasaran adalah koperasi yang sangat membutuhkan dukungan dan perlindungan pemerintah. Demikian juga akses pembiayaan LPDB, namun untuk kasus pinjaman skala besar lebih menuntut administrasi dan jaminan keikutsertaan koperasi yang lebih jelas. Semua bantuan pembiayaan KUMKM disalurkan melalui lembaga koperasi sebagai badan hukum.
Nilai realisasi bantuan dana bergulir selama tahun 2000-2007 di Kementerian KUKM mencapai Rp.1.4 miliar mencakup 12.273 koperasi. Khusus dana bergulir Program Agribisnis, nilai alokasi mencapai Rp.321.7 miliar yang melibatkan 448 koperasi. Program ini ingin membangkitkan koperasi sebagai lembaga keuangan mikro untuk pembiayaan UMKM. Salah satu bantuan dana bergulir yang menarik adalah Program Perkassa5 yang diperuntukkan bagi pemberdayaan perempuan melalui koperasi. Nilai alokasi PERKASSA nasional sebesar Rp.24.7 miliar dan Koperasi Wanita (Kopwan) penerima sebanyak 247 unit. Dana bergulir Perkassa telah mampu membiayai sebanyak 6.175 orang anggota Kopwan sebagai pengusaha mikro (Anonim, 2009). Menurut Situmorang (2010a; 2010b), Program Perkassa mampu memberdayakan perempuan ibu rumah tangga sebagai pengusaha mikro. Dengan bantuan dana Rp100 juta per koperasi atau Rp.4.0 juta per anggota koperasi, Pr ogram Perka ssa te lah menggerakkan aktifita s ek onomi ke luarga yang pada umumnya keluarga miskin di perdesaan dan memosisikan koperasi semakin kuat.
Bantuan dana perbankan untuk penguatan usaha adalah melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sejak tahun 2007. Peluncuran Program KUR oleh Presiden SBY adalah sebagai tindak lanjut dari Tahun Keuangan Mikro. Skema KUR adalah kredit umum perbankan dengan pola penjaminan pemerintah sebesar 70-80% dari nilai pinjaman yang pelaksanaannya oleh PT. Askrindo dan PT. Jamkrindo dengan dukungan Lembaga Penjaminan. Sasaran program ini adalah KUMKM yang layak tapi tidak memiliki kolateral. Bank pelaksana adalah Bank BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank BTN, Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri. Pada tahun 2008 penyaluran KUR sebesar Rp.6.88 triliun mencakup 672.284 debitur atau rata-rata Rp.10.23 juta per debitur. Pada tahun 2010, bank pelaksana bertambah menjadi 13 dengan ikutnya bank daerah. Nilai penyaluran KUR hanya Rp.17.23 triliun mencakup 1.44 juta debitur atau rata-rata Rp.11.98 juta per debitur dengan non-performance loan 6.2%. Pada tahun 2010, KUR diperluas untuk tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan nilai Rp.5-10 juta (Kemenko Ekonomi, 2011). Secara nasional, pelaksanaan K UR be lum signifikan keber hasilannya karena ni lai rea lisasi di bawah Rp.20 triliun. Dalam praktek, persyaratan administratif, seperti tuntutan atas legalitas usaha dan langkanya surat-surat ijin pengusaha KUMK sering menjadi penghambat akses KUR. Padahal, pada umumnya, skala usaha mikro hampir tidak memiliki legalitas bisnis dan perijinan.
Skema BLS, LPDB, dan KUR sesungguhnya adalah untuk menanggulangi kemiskinan melalui pengembangan bisnis KUKM. Ketika koperasi yang memperoleh dana perkuatan modal maka dana tersebut akan disalurkan kepada anggota koperasi. Anggota koperasi pada umumnya adalah kelompok masyarakat yang lemah usahanya dan mungkin tingkat kesejahteraannya rendah. Meskipun tingkat kesejahteraan rakyat tidak semata-mata ditentukan oleh penyaluran dana dan perkembangan usaha rakyat. Tetapi, manakala jumlah KUMKM yang sangat banyak dengan anggota koperasi yang mencapai lebih dari 29 juta orang, pada saat yang sama jumlah orang miskin juga masih sangat banyak, mencapai lebih dari 30 juta orang. Sangat menarik diungkapkan relasi pemberantasan kemiskinan dengan upaya penanggulangan kemiskinan pada Klaster-3. Dengan program penanggulangan kemiskinan oleh Kementerian KUKM, harapannya semua anggota koperasi bukan menjadi bagian dari kemiskinan.